Ini sebuah cerita tentangku disaat aku belum mengerti apa itu arti
dari sebuah kata syukur. Dulu aku selalu memprotes apapun yang telah ku dapat
atau diberi sesuatu oleh siapapun. Sehingga suatu kejadian yang telah membuatku
mengerti dari arti kata syukur.
“Bu...... Sarapannya mana?” Tanyaku.
“Sabar nak...... Sebentar lagi siap kok” Jawab ibu.
Beberapa menit kemudian.........
“Mana bu? Keburu telat ni.”
“Sabar nak..... Ini sudah selesai kok” Sambil membawa sarapanku.
Lalu aku ambil sarapanku dan langsung menyantapnya dengan
terburu-buru.
“Makannya yang santai aja nak, nanti tersedak.”
Tiba-tiba........
“Hooeek....... Makanan apaan ini! Rasanya kok gak enak banget
sih!” Bentakku sambil mengelap mulutku.
“Astaghfirullah....... Gak
boleh mencela makanan nak, makanannya dinikmati” Kata ibu yang telah menitikan
air matanya.
“Masak makanan kayak gini harus dinikmati! Kalau gak enak ya gak
enak gak perlu repot-repot buat dinikmati lagi! Udah ah..... Aku nanti beli
jajan aja deh” Kataku sambil beranjak pergi menuju ke mobil.
Disana mas Joko sedang memerhatikanku, tapi ketika aku menuju
kearahnya dia langsung pura-pura tidak tau tentang apa yang telah terjadi tadi.
“Ayo mas...... Kita berangkat nanti keburu telat” Kataku
memerintah sambil masuk ke dalam
mobil.
“Iya den” Jawab mas Joko yang langsung menyiapkan mobil
“Astaghfirullah.... sejak kapan aku mendidik anakku seperti
itu” Batin ibu sambil menyeka air matanya.
Ω
Setibanya disekolah, aku segera keluar dari mobil dan langsung
menuju ke kelas, sampai di kelas aku langsung duduk dan menyiapkan buku
pelajaran untuk hari ini, tetapi aku kurang bersemangat untuk mengikuti
pelajaran , entah mengapa hari ini terasa sangat aneh buatku seperti ada suatu
hal yang salah. Sehingga tak terasa ternyata pak Andi, wali kelasku sudah
berada di dalam kelas dan memulai pelajaran.
“Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Apa kabar
anak-anak?” Kata pak Andi sambil mengeluarkan beberapa kertas dari tasnya.
“Wa’alaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh, Baik pak” Kata kami berbarengan.
“Iya, bapak akan membagikan hasil ulangan kalian kemarin” Kata pak
Andi sambil memanggil satu persatu siswanya.
“Ahmad”
“Iya Pak” Kataku segera beranjak menuju ke arahnya.
“Selamat ya, dipertahankan terus ya” Kata pak Andi sambil
menyerahkan kertas ulanganku.
Setelah selesai, pak Andi memberi tau nilai yang terbaik.
“Selamat untuk Ahmad” Kata pak Andi yang lalu disusul tepuk tangan
dari yang lain.
“Cie..... Selamat ya Mad” Kata Malik yang langsung menghampiriku.
“Apaan sih, biasa aja dong Lik” Kataku sambil melepaskan tanganku.
“Ye.... Santai aja dong Mad, ntar kapan-kapan ajari aku ya”
“Males ah, belajar aja sendiri”
“Pelit banget sih”
“Aku gak bisa kalau ngajari orang, lagi pula kau dapat nilai
berapa sih? kayaknya senang banget”
“Alhamdulillah kali
ini naik dari nilai yang kemarin”
“Emang sekarang dapat berapa?”
“Sekarang dapat 60, kalau dulu 45” Kata Malik dengan bangganya
menunjukan kertas ulangannya.
“Bukannya kau masih harus remidi?” Tanyaku heran
“Ya sih, tapi tidak apa-apa lah. Setidaknya di atas 50 walau bukan
di atas KKM sih” Katanya sambil nyengir.
“Lah, kok kau merasa senang sekali, kayak gak terjadi apa-apa
dengan nilai ulanganmu itu.”
“Ya kitakan harus bersyukur atas apapun yang telah diberikan oleh
Allah SWT kepada kita.”
“Ah..... Kenapa sih dari tadi syukur-syukur terus, bosen!” Kataku
sambil beranjak pergi ke meja yang lain.
Sesaat kemudian....,
Bel sekolah telah berdering menandakan sekolah telah usai. Aku pun
langsung menuju ke parkiran dan disana mas Joko telah menungguku seperti biasa.
“Mas, nanti kita jangan langsung pulang dulu ya, kita makan siang
di luar aja ya”
“Kenapa gak makan di rumah den?”
“Gak ah mas, lagi ingin makan di luar aja”
“Mau makan dimana den?”
“Terserah masnya aja deh, yang penting enak tapi gak mahal”
“Siap den”
Ω
Kami pun berangkat ke tempat makan yang kalau kata mas Joko sih
disana enak dan murah. Akhirnya kami sampai di depan rumah makan sederhana itu
dan masuk ke dalam lalu memesan dua porsi nasi goreng dan dua gelas es teh,
selama menunggu makanan siap mas Joko tak henti-hentinya menceritakan bahwa
makanan disini enak-enak dan aku berusaha untuk mendengarkannya tetapi itu
sangat lah membosankan dan membuat nafsu makanku hilang. Akhirnya setelah
menunggu beberapa menit makanannya pun dihidangkan di depan kami, dan akupun
langsung menyantap makanannya.
“Bismillah” Kata mas Joko saat hendak memulai makan.
Beberapa menit setelah makan tiba-tiba kejadian yang seperti di
rumah terjadi kembali
“Hooeek...... Katanya makanan disini enak-enak kok rasanya kayak
gini, pada gak jelas rasanya!” Kataku yang langsung meminum es tehku.
“Cuih...... Ini lagi apaan, tehnya pahit banget seperti minum obat
aja. Ayo mas kita pergi dari sini, tempat ini gak pantas dibilang rumah makan”
Kataku yang sudah melengos keluar dari tempat ini.
“Ini kang uangnya, buat bayar pesanan tadi” Kata mas Joko yang
telah mengeluarkan uangnya untuk membayar pesanan tadi.
“Gak usah lah mas, tadi pelajaran buat saya aja, agar tidak
meremehkan suatu hal yang sepele.” Jawab pemilik tempat makan itu
“Ayo mas kita pergi!!” Teriakku dari luar
“Iya den, pamit dulu ya kang, maaf atas kejadian yang tadi” Kata
mas Joko sambil belari kecil menuju kearahku dan langsung menyalakan mobil.
“Perasaan tadi makanannya enak kok den, kok dibilang gak enak”
Kata mas joko yang memecahkan kesunyian diantara kami.
“Ah..... Itu perasaan mas aja kali”
“Coba tadi aden makannya dinikmati terus bersyukur masih bisa
makan, Insya Allah pasti enak rasanya.”
“Ah..... lagi-lagi kata syukur, apaan sih maksudnya??!!” Bentakku
“Ya udah den, ini kita mau kemana lagi”
“Terserah masnya aja deh, aku lagi bete banget”
“Oke”
Ω
Kami pun berangkat ke suatu tempat yang tak ku ketahui dimana itu,
kami pun sampai di sebuah rumah dan mas Joko mengajak aku untuk masuk ke dalam,
ketika di dalam aku melihat banyak orang membutuhkan perhatian yang khusus,
tetapi mereka dapat melakukan aktifitasnya seperti orang-orang normal lainnya.
“Mas, ini tempat apa sih, kok dari tadi banyak orang-orang yang
cacat?” Tanyaku penasaran ke mas Joko.
“Ini tempat dimana orang-orang yang membutuhkan perhatian khusus
agar mereka dilatih menentukan bidang kesukaan mereka buat masa depannya, dan
diajarkan juga buat mensyukuri nikmatnya hidup ini walau mereka cacat” Kata
seseorang yang tiba-tiba datang dan ternyata dia tidak mempunyai satu kaki.
“Den kenali ini kang Bambang, beliau yang mempunyai tempat ini dan
beliau juga kakak kelas mas dikala SMA dulu. Kang kenali ini Ahmad anaknya
majikan saya”
“Panggil saya akang aja mad” Kata kang Bambang yang menjulurkan
tangannya kepadaku.
“Iya kang, owh iya kang tadi kan kata akang kita harus bersyukur,
kok bisa gitu kang?” Tanyaku setelah berjabatan dengannya.
“Ya bisa dong, kan kita emang disuruh untuk seperti itu ini sudah
tertera di Surah Ibrahim ayat 7 yang artinya :
“Dan (ingatlah juga), tatkala
Tuhanmu memaklumkan; Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah
(nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya
azab-Ku sangat pedih."
Nah jadi kamu harus bersyukur karena masih bisa menikmati
nikmatnya hidup, punya anggota tubuh yang lengkap, masih bisa makan yang
enak-enak dan masih punya orang tua. Gak banyak orang yang bisa merasakan itu
semua.” Jelas kang Bambang yang membuat ku tersadar atas kejadian seharian ini.
Lalu aku memutar tubuhku dan menatap mas Joko.
“Mas maafin aku tadi ya, sudah bentak mas tadi” Kataku sambil
menjabat tangannya.
“Tidak apa-apa kok den, mas tau kalau aden lagi ada masalah”
Setelah itu pun kami berjalan-jalan sebentar lalu aku mengajak mas
Joko untuk pulang.
“Ayo mas kita pulang” Ajakku
“Ayo den”
“Kang aku pamit dulu ya” Pamitku ke kang Bambang
“Iya mad, sering-sering kesini ya”
“Insya Allah kang, Assalamu’alaikum kang”
“Wa’alaikum Salam”
Ω
Setelah mendapatkan nasihat dari kang Bambang aku sadar bahwa
selama ini telah salah, selama perjalanan aku berharap kalau ibu ada dirumah.
Sesampainya dirumah aku segera mencari ibu.
“Assalamu’alaikum, Bu......” Panggilku ketika sudah berada
di dalam rumah
“Wa’alaikum Salam, Ada apa nak?” Sahut ibu dari dapur
“Alhamdulillah ibu
ada dirumah” Batinku.
Lalu aku segera menuju ke dapur, aku melihat ibu sedang mencuci
piring, ku hampiri beliau dan langsung ku peluk beliau sambil menitikan air
mataku.
“Maafkan aku bu..... Kalau selama ini aku menyakiti perasaan ibu”
Kataku sambil mencium tangannya, air mataku terus mengalir dengan deras.
“Iya nak, Ibu sudah memaafkanmu dari tadi, lain kali jangan
diulangi lagi ya” Kata ibu sambil mengelus-ngelus kepalaku dan menyeka air
mataku.
“Iya bu, Insya
Allah aku akan berusaha tuk
lebih baik lagi.”
“The End”
By : Penulis